Senin, 07 Maret 2011

TUJUAN HUKUM

Kota London kini menjadi pusat perkembangan keuangan syariah global. Rabu (23/2), pertemuan tahunan Konferensi Keuangan Islam di gelar di ibu kota Inggris tersebut.
“Ada resistensi untuk memperluas pasar keuangan islam di negara ini,” ujar Sekretaris Jenderal Akuntansi dan Audit, Organisasi Lembaga Keuangan Islam, Mohamad Nedal Chaar, dalam pembukaan Konferensi Keuangan Islam, seperti dikutip Associated Press.

Ia tak memungkiri sejumlah islamfobia (ketakutan akan sistem islami) muncul di negara barat. Namun, dinilainya, hal ini terjadi akibat ketidakpahaman sejumlah pihak akan ajaran sesungguhnya dalam syariah. Awalnya, industri ini dianggap hanya bisa berkembang di negara mayoritas Islam, seperti wilayah Teluk dan Asia Tenggara.
”Namun, seiring meningkatnya permintaan masyarakat dunia, ekspansi industri ini terus melebarkan sayap hingga ke dunia minoritas Muslim,” jelasnya.
Pascakrisis ekonomi global, perbankan syariah dianggap alternarif baru pertumbuhan pembiayaan internasional. Meski pangsa pasar masih berada di kisaran dua hingga tiga persen dari aset pembiayaan global atau sekitar satu triliun dolar AS, keuangan tanpa riba ini tumbuh rata-rata 25 persen per tahun.
Statistik menunjukan aset lembaga keuangan syariah secara global terus menunjukan pertumbuhan sekitar 10 persen per tahun. Keuangan lembaga syariah secara global meriah pencapaian 800 dolar AS, beranjak dari aset awal di 1990 sekitar 150 dolar AS.
Sejumlah pihak percaya, pencapaian ini akan semakin signifikan di tahun mendatang, hingga empat triliun dolar AS. Hal ini didorong sejumlah faktor, seperti semakin bertambahnya populasi muslim dengan kemampuan daya beli tinggi serta semakin meratanya pendidikan dan kesempatan kerja.
Ekonomi Syariah menggunakan kaidah syariah hukum Islam. Keuangan ini melarang adanya bunga dalam kegiatan keuangan dan menjunjung kesepakatan dengan orientasi pada aset yang berwujud. Ia melarang spekulasi dan terdapat pembagian risiko yang jelas antara kedua belah pihak yang bertransaksi.
Bagi pihak yang kontra, ekonomi syariah dianggap tidak mengguntungkan. Selain itu, ia dianggap hanya manifestasi dari doktrinasi agama tertentu saja.
Pemerintah Inggris memang dikenal menjamin berkembangnya industri ini. Sejumlah lembaga perbankan syariah bahkan dilegalkan di negara tersebut. Bahkan, Bank Islam Inggris, memiliki aset syariah hingga delapan miliar pound atau senilai 13 miliar AS, paling besar diantara aset bank islam di negara non-Muslim lain.
Sulitnya Berkembang di AS
Berbeda dengan Inggris, perkembangan ekonomi syariah di Amerika Serikat terasa sedikit sulit. Sentimen yang mengganggap Islam sebagai teroris masih menjadi halangan bagi lembaga keuangan syariah.
Sebelumnya, akhir tahun lalu melalui Pusat Kebijakan Keamanan sempat menerbitkan sebuah laporan berjudul Syariah: Ancaman bagi Amerika. Praktek syariah dianggap tidak sesuai dengan konstitusi dan harus dilarang.
Laporan ini bahkan didukung oleh beberapa partai diantaranya Republik. Bukan hanya itu, sejumlah anggota parlemen, juga sempat meminta hukum di negara tersebut untuk membatasi gerak lembaga keuangan islam, terutama pembiayaan syariah, di negara adi daya itu.
Padahal, menurut salah satu pengamat keuangan Islam AS, Paul McViety, sebenarnya permintaan akan penggunaan sistem syariah di sejumlah lembaga keuangan di Amerika cukup besar. ”Amerika memiliki penduduk Muslim lebih dari 2,4 juta yang menginginkan sistem ini diterapkan di negara tersebut,” katanya dalam konferensi yang sama.

Sumber : Republika



Tidak ada komentar:

Posting Komentar